Taqiyah bagi Syiah merupakan
ajaran yang wajib selalu diterapkan, khususnya bagi penganut Syiah yang tinggal
dalam wilayah minoritas. Ajaran ini bukan sekadar ajaran. Ia seakan menjadi
identitas, terlebih bagi Syiah Imamiah Itsna Asyariah. Lalu apa itu taqiyah serta
fungsinya? Apakah benar Ahlusunah juga memiliki ajaran serupa?
Makna taqiyah dalam kitab Mukhtashar at-Tuhfatul-Itsna ‘Asyariah menurut Syiah
adalah, menampakkan hal zahir, baik ucapan ataupun pekerjaan yang tidak sesuai
dengan yang tersirat dalam hati. Sedangkan makna lafaz ini menurut Ahlusunnah
adalah bohong.
Adapun fungsinya menurut ulama Ahlusunah ialah sebagai bentuk siasat dan bukan termasuk ajaran dan hanya digunakan saat keadaan darurat, serta disebut dengan ‘tauriyah’. Tujuannya untuk menjaga jiwa, harta, dan agama seorang muslim yang tidak memiliki kekuatan untuk melawan kafir.
Beda halnya dengan Syiah yang mengartikan taqiyah sebagai suatu ajaran wajib yang harus terus diamalkan tanpa
harus meninjau keadaan. Dalil yang dijadikan perintah tauriyah bagi Ahlusunnah dan taqiyah bagi Syiah adalah
QS. Ali Imran [3]: 28:
لا يتخذ المؤمنون
الكفرين أولياء من دون المؤمنين ومن يفعل ذلك فليس من الله في شيئ الا أن تتقوا
منهم تقاة ويحذركم الله نفسه و الى الله المصير
Artinya, “Janganlah
orang-orang beriman menjadikan orang kafir sebagai pemimpin. Barangsiapa
berbuat demikian, niscaya dia tidak akan memperoleh apa pun dari Allah. Kecuali
karena (siasat) menjaga diri dari sesuatu yang kamu takuti dari mereka. Dan
Allah memperingatkan kamu akan siksanya dan hanya kepada Allah tempat kembali.”
Merujuk pada penjelasan tadi, ulama Syiah tampaknya memiliki
pemahaman yang berbeda dengan Ahlusunah, khususnya dalam segi waktu penggunaan
serta kepada siapa ajaran ini ditujukan. Mereka mengartikan lafaz tuqât sebagai
perintah untuk selalu melakukan taqiyah dan ditujukan kepada golongan lain (kafir) ataupun sesama
muslim yang tidak sepemahaman dengan mereka.
Syiah juga menghukumi wajib taqiyah sebagaimana kewajiban shalat. Di antara ulama Syiah yang
berpendapat tentang wajibnya melakukan ajaran ini ialah Ibnu Babawaih dan
al-Kulaini. Stempel kafir juga tidak segan-segan mereka berikan kepada setiap
orang yang meninggalkannya sebagaimana pendapat al-Kulaini dalam kitabnya Al-Kâfi:
التتقية ديني و ديني
أبائي ولا إيمان لمن لا تقية له
Taqiyah adalah agamaku, juga agama ayahku. Sehingga tidak dianggap
beriman seseorang yang tidak melakukannya.
Berdasarkan uraian tadi dapat kita simpulkan bahwa perbedaan taqiyah Syiah dan tauriyah Ahlusunnah sangatlah kentara. Hukum wajib yang ulama Syiah tetapkan tentang taqiyah juga merupakan suatu kebohongan yang tidak dapat diterima. Karena sejatinya taqiyah diperintah hanya saat keadaan darurat yang berpotensi membahayakan nyawa. Tidak hanya itu penyelewengan makna al-Qur’an terkait taqiyah juga mereka lakukan guna membenarkan ajarannya. Wallahu a’lam.
Irvan
Rizki | Krisisliterasi
Komentar
Posting Komentar